© Wartakota.tribunnews.com Kabar tentang UU Omnibuslaw Cipta Kerja |
Ruang Digital - RUU Omnibuslaw atau RUU Cipta Kerja, kalian pasti tau kan RUU yang sedang dibahas itu?, Tetapi sekarang sudah menjadi UU sah yang di sahkan Oleh DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 malam hari.
RUU Cipta Kerja menjadi sangat sensitif saat dibahas dikarenakan tidak sesuai atau tidak mendukung atau menguntungkan buruh sama sekali, Justru ini adalah UU pembunuhan bagi Buruh di Indonesia
Sebaiknya langsung saja kita bahas mengenai isi RUU Cipta Kerja yang disoroti para buruh yang melakukan aksi penolakan bahkan mengancam mogok kerja Nasional
Tentu saja yang dirugikan adalah pihak investor karena jika mereka tidak bekerja otomatis tidak ada yang di hasilkan. Jujur saja saya sebenarnya juga tidak terlalu suka dengan disahkannya RUU Omnibuslaw ini tapi ya gimana yasudahlah biarkan rakyat lainnya mewakilkan.
Undang-undang Cipta Kerja diklaim sudah melalui 64 kali rapat di DPR sebelum menjadi UU tapi tetap dicap cacat prosedur, mengapa?
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai Undang-undang (UU) Cipta Kerja mengandung banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga pasal-pasal di dalamnya yang menghilangkan hak-hak pekerja.
"Pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi undang-undang oleh DPR tentunya sangat disayangkan, mengingat UU Cipta Kerja memiliki banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga substansi di dalamnya," kata Araf dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Pertama, ia menilai proses penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur, karena dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.
Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa yang tengah berfokus menangani pandemi Covid-19.
Ia pun mengatakan draf UU Cipta Kerja tidak disosialisasikan secara baik kepada publik, bahkan tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.
Hal itu menurut dia merupakan pelanggaran terhadap Pasal 89 jo. 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintahmembuka akses terhadap RUU kepada masyarakat.
Berikut kekesalan netizen terhadap DPR dengan trending #DPR Kontol
@diemdehanjing: cape cape belajar hafalin fungsi dpr, ternyata fungsinya nyusahin rakyat doang, DPR KONTOL
@obsesshit: Gue juga bukan orang yang suka ngomongin politik. Tapi bukan berarti "GAMAU TAU" kan? Kalian tuh lg dijajah lo. Sama negara sendiri. Pemimpin kalian sendiri. Please lah jangan tutup mata dan telinga. Peka dikit. Cari informasi! DPR KONTOL #MosiTidakPercaya #DPRJANCOK
@haripangestu47 PANDEMI MAKIN PARAH. OMNIBUS MALAH SAH DPR KONTOL
@netizen_97: Itu gedung bentuknya dibikin mirip memek filosifinya biar bisa dimasukin, biar bisa nerima masukan
@Denysukandi_: Ini yg trending kenapa DPR KONTOL dahal yg bener DPR MEMEK *kontol nya monas
@Aneq_wae: Sebuah lembaga yg di pilih rakyat untuk di letakan di dalam dewan nasional ,,yg guna dan fungsi utamanya adlh untuk memperjuangkan hak hak rakyat ,,,tpi nyatanya DPR KONTOL malah berkhianat pda rakyatnya sendiri ,,rakyat kecil sllu di cekik dgn prtran mrka ,,
@ElpinoJamse: Ini lah dampak,memilih DPR HASIL SOGOK nyogok rakyat,stelah terpilih,kayak gini,kayak DPR kontol,
Silahkan kalian Pilih sendiri mana yang BENAR mana yang HOAX, DISINI SAYA HANYA SEBAGAI PENENGAH TIDAK BERMAKSUD MENDUKUNG ATAUPUN MENJATUHKAN.
Daftar Pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Hoax dan Yang di sebut Asli
Berikut ini adalah daftar pasal UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang Katanya bakal merugikan para buruh:
1. Masuknya Pasal 88B
Pasal 88B dalam UU Cipta Kerja berbunyi :
(1) Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil,
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Menurut Amnesty Internasional, pasal tersebut memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan unit keluaran yang ditugaskan kepada pekerja sebagai dasar penghitungan upah (sistem upah per satuan).
Tidak ada jaminan bahwa sistem besaran upah per satuan untuk menentukan upah minimum di sektor tertentu tidak akan berakhir di bawah upah minimum.
2. Penghapusan Pasal 91 di UU Ketenagakerjaan
Pasal 91 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 berbunyi:
(1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal tersebut mewajibkan upah yang disetujui oleh pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih rendah daripada upah minimum sesuai peraturan perundang-undangan.
Apabila persetujuan upah tersebut lebih rendah daripada upah minimum dalam peraturan perundang-undangan, maka pengusaha diwajibkan untuk membayar para pekerja sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan. Jika dilanggar pengusaha akan mendapat sanksi.
Menghapus Pasal 91 UU Ketenagakerjaan ini akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum menurut undang-undang.
Dengan kata lain, kemungkinan besar pengusaha akan memberikan upah yang lebih rendah kepada pekerja dan tidak melakukan apa-apa karena tidak ada lagi sanksi yang mengharuskan mereka melakukannya.
3. Pencantuman Pasal 59 UU Ketenagakerjaan terkait perubahan status PKWT menjadi PKWTT
Jangka waktu maksimum perjanjian kerja sementara dan jangka waktu perpanjangan maksimum belum secara spesifik diatur seperti dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi disebutkan akan diatur dalam PP.
Sebagai catatan, aturan teknis apapun yang dibuat menyusul pengesahan Omnibus jangan sampai membebaskan pengusaha dari kewajiban mereka untuk mengubah status pekerja sementara menjadi pekerja tetap. Hal ini menghilangkan kepastian kerja.
Dalam UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tadinya terbatas untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Dalam UU Cipta Kerja, PWKTT menjadi tidak dibatasi oleh Undang-Undang sebagaimana tertera dalam Pasal 56 ayat (3) UU.
Dengan demikian secara tidak langsung RUU Cipta Kerja menghapuskan pembatasan waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan menyerahkannya pada kesepakatan para pihak. Artinya, peran pemerintah menjadi lemah, karena tidak dapat mengintervensi jangka waktu PKWT.
Output dari ketentuan ini akan menyebabkan semakin menjamurnya jenis pekerja kontrak. Ketentuan ini sudah banyak dikritik oleh kalangan pekerja karena menunjukkan kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan hak dan kepastian hukum bagi pekerja.
4. Pasal 77
Pasal 77 dalam UU Cipta Kerja berbunyi:
(1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1(satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Batasan waktu kerja dalam Pasal 77 ayat (2) masih dikecualikan untuk sektor tertentu. Detail skema masa kerja dan sektor tertentu yang dimaksud akan dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).
Ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya perbedaan batas waktu kerja bagi sektor tertentu dan kompensasinya akan dapat merugikan pekerja di sektor-sektor tertentu, karena mereka dapat diminta untuk bekerja lebih lama dan menerima pembayaran untuk lembur yang lebih rendah dibandingkan pekerja di sektor lain.
Pengaturan kebijakan waktu kerja yang tidak jelas, dinilai menjadi celah semakin terbukanya eksploitasi terhadap pekerja. Selama ini saja banyak kasus pekerja yang upahnya tidak dibayar, tetapi waktu kerjanya tetap berjalan normal. Bahkan terdapat kasus pengusaha yang kabur dengan tidak membayar hak-hak normatif pekerja.
Banyak hal kontroversial yang selama ini kasusnya menimpa pekerja, walau instrumen hukumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi tidak dipatuhi atau dijalankan oleh perusahaan.
Terlebih lagi ketika memberikan ruang bagi pengusaha untuk mengatur waktu kerja terhadap pekerja, menghilangkan kewajiban pengusaha membayar upah dalam keadaan tertentu, dan tidak membayar upah sesuai upah minimum.
Hal ini akan semakin menjerumuskan nasib pekerja di bawah jurang eksploitasi.
Daftar Pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja yang katanya HOAX
Berikut ini adalah daftar pasal UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang Katanya HOAX dan bakal merugikan para buruh:
1. Benarkah Uang pesangon akan dihilangkan?
Faktanya : Uang pesangon tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 156
Ayat 1 UU 13 Tahun 2003:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan
kerja, pengusaha wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa
kerja.
2. Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?
Faktanya: Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU 13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Gubernur menetapkan upah
minimum sebagai jaring pengaman.
(Ayat 2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.
3. Benarkah Upah buruh dihitung per jam?
Faktanya: Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU
13 Tahun 2003:
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
4. Benarkah Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?
Faktanya: Hak cuti tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada
pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling
sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus.
(Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat di atas,
perusahaan dapat memberikan cuti panjang
yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
5. Benarkah Outsourcing diganti dengan kontrak seumur hidup?
Faktanya: Outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinan. Pekerja menjadi karyawan dari perusahaan alih daya.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Hubungan kerja antara perusahaan alih daya
dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya
didasarkan pada perjanjian kerja waktu
tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
6. Benarkah tidak akan ada status karyawan tetap?
Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU
13 Tahun 2003:
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
7. Apakah Perusahaan bisa memPHK kapanpun secara sepihak?
Faktanya: Perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 90
Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU
13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
(Ayat 2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan
kerja dilakukan melalui prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Benarkah Jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?
Faktanya: Jaminan sosial tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU
40 Tahun 2004:
Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian;
f. jaminan kehilangan pekerjaan.
9. Benarkah Semua karyawan berstatus tenaga kerja harian?
Faktanya: Status karyawan tetap masih ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu
atau untuk waktu tidak tertentu.
10. Benarkah Tenaga kerja asing bebas masuk?
Faktanya: Tenaga kerja asing tidak bebas masuk, harus memenuhi syarat dan peraturan.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN - Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat
1UU 13 Tahun 2003:
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki
pengesahan rencana penggunaan tenaga
kerja asing dari Pemerintah Pusat.
11. Benarkah Buruh dilarang protes, ancamannya PHK?
Faktanya: Tidak ada larangan.
12. Benarkah Libur Hari Raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti?
Faktanya: Sejak dulu penambahan libur di luar tanggal merah tidak diatur undang-undang tapi kebijakan pemerintah.
Penutup
Sekian dan terima gaji! Silahkan disimak video dari kemnaker berikut ini:
Post a Comment
Post a Comment